Spirit gerakan perempuan pernah
muncul pada konteks historis kehadiran Islam. Praktik-praktik penguburan bayi
perempuan pada masa Arab Jahiliyyah, keberadaan harem-harem milik para penguasa
yang mengeksploitasi seksualitas budak-budak perempuan, minimnya pengetahuan
perempuan terhahadap berbagai masalah sosial budaya sehari-hari maupun
pemahaman keagamaan merupakan realitas ketimpangan keadilan yang dihapuskan
oleh Islam melalui misi kerasulan Muhammad SAW. Perintah untuk memberikan hak
hidup, jaminan sosial, ekonomi dan keamanan bagi perempuan, perintah untuk belajar
bagi laki-laki dan perempuan muslim sebagai realisasi hak mendapatkan
pendidikan yang layak, serta perintah iqra’ yang berarti membaca.
Sejarah masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran hidup merupakan upaya-upaya
nyata Islam untuk menghapuskan ketidakadilan pada masa itu.
Perjuangan perempuan hari ini
memiliki cerita yang panjang. Semua itu tidak bisa dipisahkan dengan sejarah
masa lalu, yakni sejarah islam masa Rasulullah, bahwa pada masa itu umat muslim
telah memiliki tokoh-tokoh perempuan penting dan luar biasa yang tidak bisa
dilupakan dalam sejarah gerakan perempuan Islam. Mereka adalah sosok perempuan
dan ibu yang sangat berkontribusi besar dalam perjuangan Rasulullah. Konteks Ummahat
Al Mukminin (ibu seluruh umat) merupakan ciri teladan perempuan masa lalu,
mereka adalah Siti Khadijah r.a., .,Sitti Aisyah r.a., Fatimah Azzahra putri
Rasulullah dan yang lainnya dengan sifat
shiddiq (Jujur), thahiroh (Suci), amanah (dapat
dipercaya), taat beragama, dermawan, cerdas dan penyayang. Sifat rela
berkorban, keinginan ingin berbagi dengan sesama merupakan ciri Ummahat Al
Mukminin.
Fase selanjutnya adalah munculnya
tokoh gerakan perempuan pribumi seperti Raden Ajeng Kartini dari Pulau Jawa,
Cut Nyak Dien dari Aceh, Christina Marthatiahahu dari Maluku, Nyi Ageng Serang
dari Banten, We Tenri Olle dari Sulawesi Selatan, Siti Maryam atau lebih
dikenal dengan nama Ina Ka’u mari dari Bima-NTB, I Fatimah Daeng Tukontu yang
dikenal dengan julukan Garuda Betina dari timur (Sulawesi) merupakan sebuah
bukti akan suatu realitas bahwa pada masa perjuangan perempuan telah berjuang
untuk mempertahan kemerdekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Inilah yang merupakan cikal bakal gerakan perempuan Indonesia dalam menjawab
dominasi patriarki akan realitas kehidupan saat itu.
Kondisi patriarkhi inilah secara
kolektif menjadi kecenderungan yang bersifat massif pada tahun 1920-an ditandai
dengan munculnya organisasi-organisasi gerakan perempuan seperti Pikat, Putri
Mardika, Aisyiyah dan sebagainya yang menjadi cikal bakal diselenggarakannya
Konggres Perempuan I tahun 1928 di Yogyakarta.
Fase gerakan perempuan saat ini
sudah mulai massif yang tidak terlepas dari pengaruh gerakan perempuan dari
barat, tentang kesetaraan gender, feminisme yang semua itu merupakan bias dari
ketidakadilan terhadap perempuan.
Gerakan
perempuan tetap memiliki korelasi dengan dibentuknya KOHATI oleh HMI, karena
akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan (interest group)
yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung landasan gerakan perempuan.
Ada dua alasan utama awal didirikan
KOHATI, yaitu;
1. Secara internal; Depertemen Keputrian yang ada waktu itu tidak
mampu lagi menampung kuantitas para kader HMI-Wati, disamping basic needs anggota
tentang berbagai persoalan keperempuanan yang kurang bisa difasilitasi oleh
HMI. Departemen Keputrian yang hanya berjumlah dua orang tidak akan mampu menformulasikan
dan mengimplementasikan suatu kegiatan. Dengan hadirnya sebuah institusi yang
secara spesifik menampung kepentingan mahasiswi Islam, HMI-Wati, diharapkan
secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka
sendiri dan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemenuhan kebutuhan organisasi
yang muncul dari basic needs anggotanya sendiri, yaitu HMI-Wati.
2. Secara eksternal, bahwa di masa itu
organisasi-organisasi yang ada berbuat semata-mata hanya sebagai alat revolusi,
sehingga dirasakan perlu dibuat organisasi perempuan di tubuh HMI dalam rangka
memperluas misi HMI untuk bidang pemberdayaan perempuan untuk melakukan suatu
aktivitas organisasi yang menampung basic needs sebagai mahasiswi
perempuan yang dirasakan tetap perlu dan tidak akan pernah berakhir.