Minggu, 01 Juni 2014

Selayang Pandang Korps HmI-Wati



Spirit gerakan perempuan pernah muncul pada konteks historis kehadiran Islam. Praktik-praktik penguburan bayi perempuan pada masa Arab Jahiliyyah, keberadaan harem-harem milik para penguasa yang mengeksploitasi seksualitas budak-budak perempuan, minimnya pengetahuan perempuan terhahadap berbagai masalah sosial budaya sehari-hari maupun pemahaman keagamaan merupakan realitas ketimpangan keadilan yang dihapuskan oleh Islam melalui misi kerasulan Muhammad SAW. Perintah untuk memberikan hak hidup, jaminan sosial, ekonomi dan keamanan bagi perempuan, perintah untuk belajar bagi laki-laki dan perempuan muslim sebagai realisasi hak mendapatkan pendidikan yang layak, serta perintah iqra’ yang berarti membaca. Sejarah masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran hidup merupakan upaya-upaya nyata Islam untuk menghapuskan ketidakadilan pada masa itu.

Perjuangan perempuan hari ini memiliki cerita yang panjang. Semua itu tidak bisa dipisahkan dengan sejarah masa lalu, yakni sejarah islam masa Rasulullah, bahwa pada masa itu umat muslim telah memiliki tokoh-tokoh perempuan penting dan luar biasa yang tidak bisa dilupakan dalam sejarah gerakan perempuan Islam. Mereka adalah sosok perempuan dan ibu yang sangat berkontribusi besar dalam perjuangan Rasulullah. Konteks Ummahat Al Mukminin (ibu seluruh umat) merupakan ciri teladan perempuan masa lalu, mereka adalah Siti Khadijah r.a., .,Sitti Aisyah r.a., Fatimah Azzahra putri Rasulullah  dan yang lainnya dengan sifat shiddiq (Jujur), thahiroh (Suci), amanah (dapat dipercaya), taat beragama, dermawan, cerdas dan penyayang. Sifat rela berkorban, keinginan ingin berbagi dengan sesama merupakan ciri Ummahat Al Mukminin.  

Fase selanjutnya adalah munculnya tokoh gerakan perempuan pribumi seperti Raden Ajeng Kartini dari Pulau Jawa, Cut Nyak Dien dari Aceh, Christina Marthatiahahu dari Maluku, Nyi Ageng Serang dari Banten, We Tenri Olle dari Sulawesi Selatan, Siti Maryam atau lebih dikenal dengan nama Ina Ka’u mari dari Bima-NTB, I Fatimah Daeng Tukontu yang dikenal dengan julukan Garuda Betina dari timur (Sulawesi) merupakan sebuah bukti akan suatu realitas bahwa pada masa perjuangan perempuan telah berjuang untuk mempertahan kemerdekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang merupakan cikal bakal gerakan perempuan Indonesia dalam menjawab dominasi patriarki akan realitas kehidupan saat itu.

Kondisi patriarkhi inilah secara kolektif menjadi kecenderungan yang bersifat massif pada tahun 1920-an ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi gerakan perempuan seperti Pikat, Putri Mardika, Aisyiyah dan sebagainya yang menjadi cikal bakal diselenggarakannya Konggres Perempuan I tahun 1928 di Yogyakarta.

Fase gerakan perempuan saat ini sudah mulai massif yang tidak terlepas dari pengaruh gerakan perempuan dari barat, tentang kesetaraan gender, feminisme yang semua itu merupakan bias dari ketidakadilan terhadap perempuan. 

Gerakan perempuan tetap memiliki korelasi dengan dibentuknya KOHATI oleh HMI, karena akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan (interest group) yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung landasan gerakan perempuan.
Ada dua alasan utama awal didirikan KOHATI, yaitu;
1.   Secara internal; Depertemen Keputrian yang ada waktu itu tidak mampu lagi menampung kuantitas para kader HMI-Wati, disamping basic needs anggota tentang berbagai persoalan keperempuanan yang kurang bisa difasilitasi oleh HMI. Departemen Keputrian yang hanya berjumlah dua orang tidak akan mampu menformulasikan dan mengimplementasikan suatu kegiatan. Dengan hadirnya sebuah institusi yang secara spesifik menampung kepentingan mahasiswi Islam, HMI-Wati, diharapkan secara internal, HMI-Wati dapat memiliki keleluasaan untuk mengatur diri mereka sendiri dan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemenuhan kebutuhan organisasi yang muncul dari basic needs anggotanya sendiri, yaitu HMI-Wati.
2.   Secara eksternal, bahwa di masa itu organisasi-organisasi yang ada berbuat semata-mata hanya sebagai alat revolusi, sehingga dirasakan perlu dibuat organisasi perempuan di tubuh HMI dalam rangka memperluas misi HMI untuk bidang pemberdayaan perempuan untuk melakukan suatu aktivitas organisasi yang menampung basic needs sebagai mahasiswi perempuan yang dirasakan tetap perlu dan tidak akan pernah berakhir.

Atas pertimbangan itulah, pada tanggal 17 September 1966 M bertepatan dengan tanggal 2 Jumadil Akhir 1386 H pada konggres ke VIII di Solo, KOHATI didirikan. Yang dipelopori oleh beberapa orang diantaranya Maesaroh Hilal, Siti Zainah, Siti Baroroh, Tujimah, Tedjaningsih, Ida Ismail Nasution dan Anniswati Rochlan Terpilih sebagai ketua umum KOHATI pertama pada waktu itu, (sekarang dikenal sebagai almh. Anniswati M. Kamaluddin)